Jatuh Cinta Seperti di Film-Film
Barangkali ketika sedang berduka, rasanya hidup nggak boleh baik-baik aja. Mau merasa senang pun jadi terasa bersalah karena disisi lain sedang berduka. Tapi, apakah benar kalau jatuh cinta itu salah?
Studi Ghibli Movies: Howl's Moving Castle
Menerima Fase Berduka
Menjalani kehidupan pasca putus dalam percintaan tentunya tidak selalu sama dengan kehidupan sebelumnya. Ironisnya, hidup akan terus berjalanan dan berlalu, tak peduli bagaimana kondisi hatimu yang hancur itu. Beberapa orang mendefinisikan fase berduka sebagai hal yang penuh kesedihan dan kemuraman dalam hari-harimu, tidak ada celah untuk sekedar tertawa dan menikmati hidup. Kita dituntut untuk menjadi seperti itu, menjalani fase berduka dengan kemuraman. Sedikit saja bersenang-senang atau tersenyum pun, jadi bersalah rasanya. Padahal, hidup memang harus terus berjalan.
Ada 5 stages of grief, atau tahap kesedihan. Diawali dengan denial atau penolakan, anger atau kemarahan, bergaining atau pengandaian, depression atau kembali ke realita, dan terakhir acceptance. Apakah kelimanya adalah tahap yang linear? Bagiku tentu saja tidak. Memahami rasa kesedihan dan duka tidak semudah menjadikanya berlalu begitu saja, mustahil untuk menolak semua perasaan yang muncul. Kadangkala, kelima komponen dalam stages of grief saling bercampur baur, bahkan setelah acceptance atau penerimaan pun tiba-tiba kita dapat merasa marah kembali. Ketahuilah perasaan manusia adalah hal yang fluktuatif dan sulit ditebak.
Memahami bahwa kesedihan dan kegagalan adalah bagian dari fluktuatifnya kehidupan. Barangkali bagi dewasa muda sepertiku, perasaan perasaan kesedihan akan naik turun seiring dengan beragam proses pendewasaan yang tidak hentinya. Kita lebih baik menarik diri pada realitas, menerima bahwa kesedihan adalah hal yang pernah dialami oleh semua orang. Jangan sesekali menolak semua hal yang membuat sedih, walaupun hal itu wajar dalam tahapan kesedihan. Tapi lambat laun kita harus mencoba menerima dan memvalidasi semua perasaan kesedihan, kemarahan, kekesalan yang muncul.
Salahkah jika Tidak Merasakan Cinta?
Sewaktu menjalani fase remaja di SMP & SMA, rasanya jatuh cinta adalah hal yang menyenangkan. Penuh drama yang kalau diingat-ingat, jadi lucu karena begitu mudah jatuh cinta - melupakan - mencari cinta lain atau yang banyak disebut 'cinta monyet'. Tapi sewaktu di dewasa awal -usia 20an- kok bisa ya rasa suka dan cinta ke orang lambat laun jadi hilang? Kok bisa ya hati ini tiba-tiba kosong? Hal yang aku pertanyakan berkali-kali apakah ini salah apakah ini benar?
Mencari validasi dari hal tersebut, memahami apakah ini adalah fase yang normal? ataukah tidak wajar karena manusia seharusnya dapat merasakan cinta untuk sesama manusia?
Menurutku tidak jatuh cinta adalah hal yang wajar, tidak semua bidang kehidupan selalu melibatkan cinta didalamnya. Istilahnya, kamu ngga bisa makan dari cinta aja sehari-hari. Kita sebagai manusia merdeka punya banyak pilihan untuk memilih apakah hidup kita untuk diri sendiri atau segalanya untuk cinta. Jadi, merasa kosong pada waktu tertentu bukan merupakan hal yang salah. Artinya masih ada prioritas dan fokus lain yang dirasa lebih penting dibandingkan jatuh cinta.
Di dialog film 'Jatuh Cinta Seperti di Film-Film' bahwa di umur-umur kita 'umur dewasa' jatuh cinta itu ngga segampang waktu SMA. Di usia dewasa, jatuh cinta dan memiliki hubungan dengan manusia lain tidak semudah menerima adanya manusia baru di hidup, kita harus belajar memahami, saling mengenal, berkenalan ke keluarganya, menerima baik buruk masa lalunya. That's why, proses jatuh cinta menjadi cukup rumit karena semakin dewasa persepektif manusia dewasa tentunya jauh lebih luas dibandingkan anak-anak SMA.
Menerima Trauma
Kehilangan perasaan untuk memiliki cinta tidak hanya dikarenakan kedewasaan diri yang semakin berkembang. Tetapi, pengalaman masa lalu yang kerap membuat trauma karena tidak ingin mengulang kesalahan atau rasa kesedihan yang sama menjadikan kita cenderung menolak segala hal terkait hal tersebut. Putus cinta tidak hanya menyisakan sesak di hati tetapi juga menciptakan mekanisme perlindungan diri dari pengalaman 'percintaan' yang diromantisasi seolah-olah dunia milik berdua. Tetapi semua duka, semua kesedihan, dan penciptaan hubungan sempurna ternyata hanya tersimpan dalam otak dan imajinasi kita.
Lambat laun kita harus menerima bahwa segala hal yang dialami adalah hal yang baik pula. Tidak harus menerima dengan proses yang cepat, pahami apa yang kamu inginkan, terima segala hal yang terjadi saat ini, dan percaya bahwa it's just a phase. Di waktu yang tepat nanti pasti akan ditemukan dengan hal hal baik bahkan melampaui jauh dari ekspetasimu saat ini.
Kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk segera move on dan menjauh dari pengalaman sedih dan dukanya. All we do just, membantu mereka untuk bangkit dan tetap melanjutkan hidup. Walaupun separuh dirinya sudah jauh terkubur, at least, kita masih punya reason to stay alive sampai Tuhan memisahkan ia dengan dunia realitanya.
Novita - May 2024
Komentar
Posting Komentar